Sore ini beda. Saya tidak mengambil rute biasa untuk jalan pulang. Sedang bosan lewat jalur kota, jadi saya dan suami ambil jalan melewati pedesaan, dimana pom bensin terdekat masih puluhan kilometer lagi didepan sana. Kata si suami, rute ini dulu dihindari orang karena tidak aman, banyak garong karena sama sekali tidak ada penerangan. Sekarang, garong masih ada tapi jauh berkurang, penerangan jalan pun sudah ada beberapa. Lumayanlaaah. Satu hal yang sangat membuat saya takjub adalah bahwa ada banyak lapangan bola di jalur yang saya lewati ini. Setiap 20 meter saya melihat lapangan bola luas, yang semuanya terisi oleh kesebelasan desa yang sedang bertanding. Ada anak-anak, remaja bahkan bapak-bapak. Ada lebih dari 10 lapangan bola. Pantesan dari tadi saya tidak melihat ada orang gemuk, rupanya orang sini tidak jadi gumpalan lemak karena banyak sarana untuk olahraga.
Lagipula, udara disini masih bagus. Sawah dimana-mana, pemukiman sedikit dan kendaraan pun sedikit. Mana jauh dari kota pula. Bahkan ketika saya menghirup udara sore pun segarnya masih terasa. Saya buka helm untuk membiarkan angin menerpa saya banyak-banyak. Ini salah satu yang saya syukuri ketika harus pindah ke sebuah kota kecil yang banyak bagiannya masih bermodel desa. Mulai dari kultur sosial, lingkungan, segala nuansa yang bisa kita temui dalam sebuah tempat, sama sekali berbeda dengan perkotaan, dan ini memberikan banyak inspirasi.
Termasuk ketika matahari sudah rehat bersinar. Jika saat maghrib, saya masih berkendara, saya akan direpotkan dengan serbuan serangga kecil sampai besar yang mengarah ke mata. Sebetulnya yang mereka kejar adalah cahaya lampu sorot tapi entah kenapa mereka malah menyasar mata. Jika saya tutup kaca helm, akan terdengar suara tubuh-tubuh serangga menghantam kaca. Pretak! Pretak! Pretak! Dengan tempo sangat cepat saking banyaknya serangga yang jadi korban tabrak lari, atau lebih tepatnya bunuh diri. Mati semut karena manisan, ini peribahasa yang tepat buat para serangga itu. Kiranya bukan cuma semut, manusia pun seringkali "mati karena manisan".