huhuhuhuh

Minggu, 11 Oktober 2009

30 komentar
Dari sebuah warung, terdengar suara anak menangis. Tidak lama kemudian, seorang perempuan mulai berteriak dalam bahasa jawa. Lantang, kasar dan menusuk.


"Diem kamu! Mau saya pukul ha? Suruh siapa nangis?! diem kamu!"



Suara tangis anak itu makin keras



"Diem! (plak!). Kalo kamu gak mau lagi saya suruh-suruh, tak puntir kepalamu!!"





Astaghfirullah! Saya langsung bergidik ngeri membayangkan pribadi macam apa yang tumbuh dari cara didik seperti itu. Dan memori kolektif saya sontak kembali ke masa lalu, pada mama.


Hari itu hujan deras mengguyur bandung dari pagi hari, berlanjut sampai siang, saat anak-anak SD Pajajaran pulang sekolah. Senyum saya mengembang melihat hujan, tandanya saya akan pulang hujan-hujanan dan bisa maen di genangan dan kubangan lumpur. Kedua sepatu ditalikan lalu saya kalungkan di leher. Tak enak main hujan sambil pakai sepatu. Satu jam kemudian saya sampai dirumah, dengan warna seragam yang sudah berubah. Belepotan lumpur, akibat tadi berlagak jadi kudanil. Melihat saya yang sangat dekil, mama cuma senyum dan nyuruh saya mandi, lalu makan. Ia tidak marah sedikitpun.


Pada  hari kartini, semua anak perempuan wajib pake kebaya dan kain, saya pun pake, yang gak mau pake disuruh bikin karya tulis tentang kartini minimal 3 lembar folio, ih males doong. Mama tau saya tidak suka pakai kebaya dan kain. Sebelum memakaikan kain, mama nyuruh saya pake celana pendek, katanya "Kalo kamu susah jalan, angkat aja kainnya, jalan pake celana pendek lebih enak kan?". Saya pun tersenyum lebar. Mama pun tidak mengoleskan make up warna-warni di muka saya, "Kamu bakal kayak ondel-ondel kalo pake make up" katanya. Dibanding berusaha membuat saya jadi putri keraton sehari, mama memilih untuk tetap membuat saya nyaman.


Ketika di kelas 2 sd, saya menjadi korban pelecehan seksual dari guru saya, yang akhirnya membuat saya menjadi anak yang benar-benar berubah, saya cerita pada mama. Ia menangis dan memeluk saya. Saya tau ia merasa bersalah bertahun-tahun atas kejadian itu. Tapi ia tidak tahu, bahwa seberapa burukpun kejadian itu, saya bersyukur telah dibesarkan oleh seorang ibu yang melaksanakan tugasnya dengan amat sangat baik, karena saya bisa saja berakhir lebih buruk jika bukan karena didikannya. Bertahun-tahun kemudian, kejadian itu dan pola didik mama, justru membuat saya menjadi orang yang lebih baik. Saya terbentuk menjadi orang yang kuat, percaya diri dan punya kuasa atas diri sendiri.




Beranjak besar, saya sempet salah gaul. Waktu itu saya kelas 6 SD. Saya dan temen-temen maen ke toko buku, ada stationery lucu-lucu di salah satu rak (pada masa itu stationery lucu adalah hal paling happening dalam pergaulan anak SD). Temen saya ngajakin saya ngutil. Saya pun nurut. Beberapa penghapus mirip permen masuk saku saya. Di luar pintu toko buku, seorang satpam menarik tangan kami. Setelah diinterogasi di sebuah kantor, mama saya dipanggil. Sampai dirumah, mama cuma diam. Saya tau ia marah banget sampai tidak mau mengajak saya bicara. Ketika akhirnya ia mau bicara, ia cuma bilang "Kita memang orang miskin, tapi kita bukan orang jahat". Sejak itu saya tak mau lagi nakal. Tidak diajak bicara oleh mama rasanya menyakitkan.


Belasan tahun kemudian saya sudah dewasa, sudah pacaran, suka berdua-duaan pula, dan mama tau itu. Suatu hari, ia mengira saya hamil karena saya udah lama gak mens (padahal setelah di usg ternyata ini soal hormon apalah itu yang meningkat seiring meningkatnya kadar lemak di tubuh hehehehe). Pagi itu, dengan wajah segan tapi memohon, ia berkata "Unii, uni mau gak cobain ini?" kata mama sambil menyodorkan testpack. Antara kesal dan ingin tertawa saya dibuatnya. Yaa, mama adalah mama. Sama seperti orangtua lainnya yang khawatir anaknya hamil diluar nikah. Tapi yang saya takjub adalah sikapnya yang amat sangat tenang didepan toilet rumah, sebelum saya pake tastpack itu, "Kalo hasilnya positif kan kita bisa pikirin langkah selanjutnya ya ni? syukur-syukur sih negatif". Ketenangannya membuat saya tenang. Saya pun yakin, walau saya hamil diluar nikah, saya tau ia tidak akan menghakimi dan meninggalkan saya sendiri. Ya, ia tidak akan pernah meninggalkan saya sendiri.


Ketika saya memutuskan menikah, ia cuma menatap saya dan bilang "Uni yakin? kalo yakin mama pasti dukung kamu", padahal saya tau pasti bahwa mama ketika itu belum menyetujui pasangan pilihan saya. Dan ketika papa bilang ia tidak akan datang pada pernikahan saya, mama membesarkan hati saya dengan bilang "Biarkan papamu dan kekerasan hatinya, kita berdoa aja semoga ia melunak. Masih ada mama kok".


Ketika saya pamit pindah ke jawa timur, mama bilang "Uni, kalo gak betah disana, kamu pulang ke mama ya nak. Kalo mau cerita, cerita yaa, jangan disimpen sendiri"


Ah mama, tidak ada satupun cerita yang kutulis dengan tidak menangis sambil tersesak-sesak. Siang ini, sambil menikmati kastengel kiriman mama, syukurku jadi berlipat ganda, aku senang karena tuhan menitipkanku padamu"




Hei Ibu Widiastuti yang jago kentut, aku kangen berat!!













Tanjung Pacaran

Senin, 05 Oktober 2009

10 komentar
Setelah berbulan-bulan gak berwisata, kemaren saya dan hubby akhirnya berwisata juga. Tempat yang dipilih adalaah pantai! yippiii! i love beach. Pantai tujuan kami bernama Tanjung Papuma, salah satu wisata unggulan kabupaten jember. Berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat kota Jember, Tanjung Papuma bisa ditempuh melalui dua jalan. Bisa dengan melewati Pantai  Watu Ulo yang menuju kesana kita akan menempuh jalan aspal mulus luruuuus terus (tapi jauh memutar), atau melewati hutan jati yang tembus ke jalan masuk tanjung Papuma. Kami? pilih hutan jati dooong. Selain lebih deket, jalur yang satu ini juga kayaknya lebih menarik. Mulailah perjalanan menembus hutan jati dengan jalan bebatuan yang lumayan bikin saya mual. Untung ada jalur kecil yang agak lebih mulus yang sepertinya biasa dilewati motor karena tracknya sudah terbentuk. Kesan pertama melewati hutan jati, saya takjub dan prihatin *halaah*. Prihatin karena saya kira hutan jati ini sudah mati karena kemarau tapi ternyata kata si hubby mereka terlihat hidup segan mati tak mau itu bukan emang bener mati tapi sedang berusaha bertahan hidup dengan menggugurkan daunnya. Alhasil, saya melihat hamparan jati kering kerontang tanpa daun. Menyisakan kesan sedih, suram, lonely. Persis tumbuhan pada halaman castil count dracula.













 

Sambil rada deg-degan, kami terus menembus hutan jati yang walaupun rada bikin merinding tapi kok indah ya. Tak lupa berdoa semoga tidak bocor ban, karena dimana pula nambal ban di hutan seperti ini! Oh itu ada mobil! oh senangnyaaa ada kehidupaan. Dan eeeh ada motor di belakang kami.  Asiik! dan eeeeh kok dia ngebut siiiih. Ih mau boker kali tu orang. Sendiri lagi deh. Saya bersenandung lirih *tsaah*, "Andaaaai dipisaaah! lauuut dan pantaaai! tak aaakan goyaaah gelowra cintaaah", lumayan mengalihkan pikiran saya dari deg-degan. Setelah menempuh perjalanan lumayan panjang, kami sampai di gerbang masuk Tanjung Papuma. Yihhiii!! pantai! aku dataaang! Tiket masuknya untuk dua orang plus motor cuma 11 ribu. Mursida ya mak! Jarak dari gerbang menuju pantai kira-kira 1,5 km. Tapi sebelum nyampe pantai, kita bisa putu-putu duluu karena kita akan melewati dataran tinggi dimana kita bisa melihat seluruh pantai dari atas. Mantap kali viewnya! 



Puas foto-foto dari atas, hayeeuk kita ke pantai. Bagai ikan dugong baru ketemu aer, saya langsung lari ke pantai dan kecupuk-kecupukan. Oh pasirnya putiiih. Oooh saya sukaaa. 







eh ada perahu baru mendarat. Sekitar 15 nelayan yang sedang duduk-duduk di bawah nyiur langsung menghambur menuju perahu, bersiap-siap mengangkat perahu ke darat. Satu dua tiga! tariiiik maaang!









Karena pengen foto berdua, tripod pun kami pasang (niat amat yaa bawa tripod) hihihiih. Diliatin orang karena kami berdua amat riweuh gaya sana gaya sini. Biarin dah! 




Tanjung Papuma ini salah satu pantai diantara deretan pantai lainnya. Tapi yang paling bagus dan yang paling teduh. (dipantainya sih panas, tapi di pinggir pantainya banyak pepohonan, beda sama Pantai Watu Ulo yang agak lebih gersang). Air lautnya yang biru kehijauan terlihat sangat kontras dengan pasir putihnya. Batu-batu besar yang berada tidak jauh dari pantai, seperti jadi coklat serut diatas tart *dasar tukang makan, analoginya gak jauh dari makanan*. Aaahhh saya memang tidak pandai melukiskan suasana, liat aja lah fotonya yaaa



 

 






selesai dengan bagian pantai yang ini, kami pun jalan ke tebing yang lumayan jauh disana. Disitu ada tebing batu berceruk dan spot yang bagus banget buat foto-foto, bahkan ransel saya pun betah disitu. 





Di bagian pantai yang ini ada satu cerukan mirip kolam kecil yang jadi pojok bahagianya muda mudi yang memadu kasih *halaah*. Disitu mereka bisa berendem sambil duduk, ciprat-cipratan aer, atau sedikit grepe-grepe dengan sembunyi dibalik batu. 




Kami gitu juga gak? gak dooong. Emang kita orang dewasa keren macam apa? Kita mah mending nyobain aksi spiderman! hahaha. 



Oh, di seluruh kawasan pantai ini semua sinyal seluler masuk kok, jadi jangan khawatir gak bisa dihubungi atau menghubungi. 




 Laper iihh. Cari spot dibawah nyiur, ndeprok deh. Setelah makan, kami makan rujak yang porsinya oh banyak sekalii, harganya pun murah. Segeeeer. Sambil nunggu  nasinya turun dari tembolok, si hubby motretin orang-orang. Ada pasangan ibu bapak yang oooh terlihat romantiss, berpegangan tangan. Atau sekelompok anak muda yang ngubur temennya pake pasir. Lihat perbuatan mereka. Bok! inget aja siiih sama yang satu ituuu!



 

 


Pergi berwisata, tak lengkap tanpa mengitari seluruh bagian tempatnya. Itupun yang kami lakukan. Karena area pantai ini sangat luas jadi banyak tempat yang bisa kami jelajahi. Di ujung lain dari pantai ini ada hutan. Kami pun menuju kesana. Dalam perjalanan kesana tentunya kami melewati pinggir pantai dan tentunya pulaaa banyak yang indehoy. Dengan sembunyi dibalik pohon rimbun, mereka berpelukan, ada yang dikit-dikit cium, ada yang sundul-sundul kepala pasangannya persis kayak kucing lagi pacaran, ada pula pasangan senior *ya oloo bahasa!* yang milih tempat paling ujung. Paling deket ama hutan hahahaha. Kata si hubby mereka pasti selingkuh, eeeh padahal kan bisa ajaa lagi nostalgia yaaa, atau ya emang lagi pengen pacaran aja kali.  



Kami diam sebentar di dekat situ. Duduk-duduk, foto-foto, larak lirik orang pacaran, dan akhirnya memutuskan pulang karena batere kamera udah abis.  Lain kali, pengen deeh sekalian nginep di bungalownya. Yup! di pinggir  pantai Tanjung Papuma ini memang disediakan beberapa bungalow. Keliatannya nyaman. Cocoklaaah kalo kita pergi sama keluarga. Sarana umum juga lengkap. Toilet gampang, mesjid ada, wartel ada, apalagi tempat makan! hehhehehe. Tapi sayang, gak ada satupun tempat sampah. Kok isoooo? alhasil, pasir putih yang seharusnya jadi lebih indah tanpa sampah jadi seperti iniiii. 




Tapiii sebagian besar penilaiannya siiiih, pantai ini layak banget untuk jadi tujuan wisata!!!





Copyright © 2010 ParadoxParade | Free Blogger Templates by Splashy Templates | Layout by Atomic Website Templates