Guru kehidupan

Kamis, 26 Agustus 2010

5 komentar
Well, banyak sekali yang berseliweran di pikiran saya saat ini. Inginnya mengeluarkan itu satu persatu seperti Dumbledore yang bisa mengeluarkan setiap kepingan memorinya, menyimpannya di sebuah wadah, sehingga kepalanya tak terlalu penuh dengan memori. 


Sayang, saya tidak hidup di hogwarts. Saya hidup di dunia nyata yang cuma berparalel dengan dunia gaib, tapi bukan dunia harry potter. Didunia nyata inilah, saya, sekarang menjadi ibu dari seorang bayi yang tak perlu sihir untuk menjadi ajaib. Setiap menit bersamanya adalah masa yang tidak akan terlupakan. Seperti baru kemarin saya berada diruang bersalin sambil kesakitan lalu mendengar suara tangisnya. Seperti baru kemarin ia masih merah dan lebam seperti bayi baru lahir pada umumnya. 


Sekarang, memori tentangnya meraja di kepala saya. Ia tidak lagi merah, tidak lagi lebam, malah tumbuh menjadi manusia yang sangat enak dilihat. Memperhatikan setiap lekuk bagian wajahnya dan mendapatkan senyumnya adalah masa yang tidak akan saya tukar dengan apapun. Kini ia telah menjadi lebih dari seorang bayi. Ia adalah bagian dari cara kerja Tuhan yang ajaib. 


Beberapa hari yang lalu, saya tidak segera pulang sehabis bekerja. Ketika saya sampai rumah dengan terlambat, ia membuang muka. Ketika saya ajak becanda, ia cemberut, tak seperti biasanya. Kata pengasuhnya, tadi ia terus melihat jam, seperti sedang menunggu dan menghitung. Berapa menit ibunya terlambat, Hahahaha. Saya tidak tahu anak 4 bulan bisa melakukan itu. Ia tidak butuh kerja keras untuk membuat saya benar-benar merasa bersalah. Saat itu saya merasa ditampar. Ada seseorang yang sangat membutuhkan saya dirumah, saya malah haha hihi dengan teman kantor. Betapa egoisnya saya. 


Lalu tamparan lain ia hadiahkan buat saya ketika ia memberikan pandangan "bunda, can i have your full attention,please?" ketika saya sibuk ketak ketik didepan komputer sambil menyusui. PLAK! sekali lagi saya telah abai dan menjadi sangat egois. Dan ketika saya lihat pandangan matanya, saya tahu saya telah melukainya. Sesorean itu entah berapa kali saya menangis karena benar-benar merasa bersalah. Dan makin sesak rasanya ketika saya menempelkan hidung saya ke hidungnya sambil  berkata "maafkan bunda ya nak" dan ia memeluk leher saya, erat. Bagaimana mungkiiin saya masih menyisakan egoisme. Sebelum menulis posting ini, saya memandangi wajahnya lama sekali. Wajah tidurnya yang sangat damai. Ya, ia bukan sekedar bayi. Ia adalah guru kehidupan. Pada hidupnya saya letakkan hidup saya.

Talk to my hand!

Minggu, 08 Agustus 2010

10 komentar
Saya tahu kalian anggap saya apa

Perempuan kota yang tak bisa apa-apa kan? jika maksud kalian yang bisa apa-apa itu berarti terampil dengan tugas-tugas ibu rumah tangga.

Kalian pikir saya tak tahu kalian membicarakan saya didepan mata? Kalian pikir saya tak mengerti bahasa kalian?

Kalian bilang harusnya saya begini begitu, bayi saya dibeginikan dibegitukan, bayi biasanya begini begitu

You know what people? bayi juga manusia, BEDA.Seperti juga saya dan kalian, BEDA.

Jadi jangan anggap bayi saya anak kalian

                                                           
yang tahu bayi saya cuma saya, bukan kalian, karena tidak setiap saat kalian bersamanya.

Jadi jangan ajari saya untuk begini begitu.Saya lebih percaya internet, bidan dan dokter, daripada kalian yang masih mendasarkan segala sesuatu pada mitos dan tahayul

Dan kalian pikir saya tak becus jadi ibu?

Coba lihat anak kalian. Mungkin anak kalian dekil dan  tampak kurang gizi karena tidak terperhatikan.

Karena kalian semua sibuk menggunjing dan menelanjangi kesalahan orang lain


Nih, biar hati kalian agak bersihan dikit, saya kasih senyum anak saya. Semoga juga bisa sedikit mencerahkan pikiran kalian yang butek itu




Beyond The Sea

Rabu, 04 Agustus 2010

6 komentar



Hai Kumang

Hei! jangan terlalu dekat dengan air, nanti tubuhmu bisa habis

Biarlah, biar musnah sekalian, luruh bersama laut. Biar jiwa ini melarung menuju pusat samudera

Ada apa manusia pasir? kau bosan pada hidupmu?

tidak kumang. Bukan bosan, tapi...tak tahulah. Kumang, apa menurutmu putri duyung dalam dongeng pernah menyesal karena telah meminta kaki?

Mm..mungkin dia menyesal, tapi bukankah dia dapat gantinya? cinta si pangeran impian?

Itu dia kumang. Jika cinta harus ditebus dengan rasa sakit teramat sangat, layakkah?

Manusia pasir, kau pernah mencintai sesuatu? atau..seseorang?

Tidak, bahkan aku pun tak cinta hidupku. Semuanya fana, kumang. Apalah artinya mencintai yang fana. Lihat aku. Sekarang jadi manusia, besok jadi istana, nanti sore bisa saja aku jadi replika ikan hiu.Aku tak punya kuasa atas diriku. Menjadi dirimu sepertinya lebih baik. Bisa berganti rumah, bisa juga menggelandang, telanjang tanpa rumah. Suka-sukamu lah

Haha! Kau tak tau saja jika ada makhluk sebangsaku yang sangat ingin mapan.Menetap, punya rumah nyaman dan tak perlu pindah-pindah. Rumah yang sama tempat kami kecil tinggal sampai dewasa dan beranak pinak.

Haha! kau terdengar seperti manusia, kumang. Tahukah kau? aku juga punya impian  

Apa?

Mengapung bebas di laut lepas, sesekali masuk mulut hiu, lalu keluar menjadi residu kemudian terapung kembali, melayang, melayang, lalu tenggelam, sampai kemudian mengapung kembali saat aku ingin mengapung.Kau tersenyum, kumang. Menurutmu aku pasti gila.Tahukah kamu kumang? Selama kita bicara tadi, laut sudah melarutkan setengah badanku. Kau tak sadar bukan? tinggal setengah lagi menuju impianku, kumang

Hahaha! kau memang gila hei manusia pasir.


Sudah ya kumang. Kita sambung lagi pembicaraan ini entah di masa yang mana. Aku akan melakukan perjalanan impian. Semoga kau menemukan rumah impianmu kumang

Selamat jalan manusia pasir. Samudera, titip temanku ya...

Mendadak drama

Minggu, 01 Agustus 2010

9 komentar
Kemarin malem saya dipijat karena kaki dan tangan saya salah urat. Muka saya udah gak jelas lipetannya pas dipijet. Mata merem melek, mulut tereak kesakitan, tangan kanan ngeremes apa yang bisa diremes. Biasanya kalo udah gini, segala babacaan keluar, mulai dari ayat kursi sampe surat al-ikhlas. Tapi berhubung saat itu saya ditongkrongin mertua saya, jadi tengsin dong ah mau babacaan kayak liat setan. Alhasil, saya nangis! hahahaha. bercucuran air mata, tetep aja nistaaa! Ya, saya memang memalukan kalo mengalami saat-saat genting *tsah*. 


Jadi ingat beberapa taun lalu saat piknik SMA ke dufan. Begitu masuk area dufan,. semua temen saya berhamburan menuju permainan yang mereka ingin coba. Kebanyakan ke roller coaster dan kora-kora. Buat saya yang parno dengan kecepatan, pastilah bukan dua wahana itu yang saya pilih. Tapi saya juga gak mau terlihat cemen banget dengan masuk rumah boneka *walaupun oooh saya suka sekali wahana itu hihihih*, jadilah saya mencoba wahana...ULIL. Ya! ulil si mini coaster itu. Saya pun menyingkirkan semua rasa malu, mengingat semua pengantri adalah anak-anak jhahaha! biarin dah! daripada gak nyobain coaster-coasteran sama sekali. Saya memilih duduk di tengah dengan asumsi, tempat yang tengah gak begitu ngerasain kecepatan coasternya *asumsi bodoh*. Ok, coaster mulai jalan. Mulut saya mulai komat-komat "bismillah hirrohmaniirohiim astagfirullaaah yarhamukallaaah", pegangan makin kuat. 

Makin mendekati puncak, gaya saya udah top lah cemennya. Punggung makin nempel sandaran kursi, dagu nempel dada, tangan tegang dan makin kenceng ngeremes handle, mulut makin dasyat komat kamit, udah sampe surat al ikhlas setelah tadi baca An-naas. Cuma satu meter sebelum puncak, saya mendadak drama. Dengan mulut gemetar mengucap nama mama saya "maaahh, maapin kesalahan unii selama ini yaa maaah. Uni lagi di ulil iniiii, dikit lagi puncak maaah. Duuuuh". Begitu meluncur dari puncak, saya pun tereak gak kontrol "ALLAAAHUAKBAAAAR!! DANIIIIIL!". Ya tuhaan, kenapa daniiiil? hahahaha. Ya! sodara-sodara, itulah tadi saya naek mini coaster yang tingginya gak lebih dari 10 meter dari tanah, dan apakah saya baik-baik saja? oh tidak, karena saya turun dari ulil dengan kleyengan dan sempet kesandung pula. Goblok

Copyright © 2010 ParadoxParade | Free Blogger Templates by Splashy Templates | Layout by Atomic Website Templates