Tentang mendengar

Sabtu, 13 September 2008

gambar dari sini


Sejak kecil sudah menjadi anak yang extrovert, bawel, seneng ngobrol sama orang, kemudian kuliah pun di fakultas komunikasi, pas kerja ya di bidang komunikasi juga. Hidup saya gak jauh-jauh dari bidang komunikasi, dan bukan cuma saya tapi semua orang. Setiap saat kita berkomunikasi. Dalam ilmu komunikasi dikenal sebuah jargon "We can't not communicate". Selama kuliah di fikom, saya diajarkan untuk berkomunikasi, bagaimana menghadapi lawan bicara, bagaimana menjadi komunikator yang baik, dan bla..bla..bla, tapi berapa banyak saya diajarkan mendengar? mmmm..sangat sedikit. Bukan mendengar hanya menyodorkan telinga dan meluangkan waktu, tapi mendengar dengan telinga, dengan pikiran, dan dengan hati. Ketika kemarin saya ngobrol dengan abah iwan, beliau mencetuskan soal ini. Berapa banyak dari kita yang "mendengarkan" dengan baik. Dengan holistik, kalo istilah kerennya sih. Ini saya beri ilustrasi soal mendengar

saya : Say, kondisi di kantor sedang gak kondusif. Kayak kalo gw berada di tengah-tengah kantor dan gw bisa ngerasain energi negatif. Ada awan gelap sedang berada diatas kepala temen-temen gw

(lawan bicara menatap saya sebentar, kemudian...)

Dia : yaaa yaa. Eh tunggu, lu ternyata kumisan ya?

(saya berkata dalam hati)

Si Monyoooong!


Ya, itulah yang terjadi jika seseorang tidak mendengarkan secara holistik. Mendengar itu berarti memberi perhatian. Ini saya rasakan benar aplikasinya ketika mewawancarai narasumber. Suatu kali saya pernah mewawancarai seorang penulis dari Inggris, dan saya tidak mendengarkan dengan baik. Apa yang terjadi? selama setengah jam wawancara itu tidak hidup, dan saya rasakan sendiri itu. Yang saya lakukan cuma bertanya berdasarkan rundown yang diberikan produser. Ketika itu, jawaban narasumber seperti tidak penting bagi saya. Saya cuma harus melontarkan pertanyaan yang ada di rundown dan tidak perlu membuat pertanyaan dari jawaban narasumber. Kenapa talkshow itu jadi seperti ini? karena saya tidak memerhatikan. Pikiran saya, jiwa saya, sedang tidak disitu. Saya sedang tidak menyatu dengan narasumber, pendengar dan segala yang ada di studio ketika itu dan dengan begitu, artinya saya tidak menghormati narasumber dan pendengar. Lain halnya ketika saya mewawancarai abah iwan, kemudian direktur radio saya sms "bagus popi! talkshownya hidup. Tadi ada beberapa orang sms saya, dan mereka juga senang dengan acaranya. Selamat ya". Saya percaya bahwa energi penyiar itu bisa sampai pada pendengar. Jadi ketika saya tidak mendengar dengan segenap perhatian, pendengar pasti akan bisa merasakan bahwa saya sedang tidak menyatu dengan acaranya. Dalam kehidupan sehari-hari, kondisi seperti saya tadi pasti sering anda alami. Baik ketika anda menjadi orang yang sedang berbagi maupun yang sedang dibagi. Tidak enak sekali rasanya ketika kita sedang ingin didengar tapi lawan bicara kita tidak mendengar dengan baik dan begitupun perasaan lawan bicara jika kita tidak mendengar mereka dengan baik, . Sosoknya memang ada, dan mendengar, tapi tidak menyimak. Apa yang lewat di telinga cuma lewat, tidak nyangkut di pikiran dan hati.

Saya menyadari saya banyak sekali alpa mendengarkan orang lain, maka itu untuk mengembalikan saya ke titiksadarharusmendengardenganbaik, biasanya saya pergi ke kuburan atau sengaja terjaga di tengah malam dimana saya bisa mendengarkan suara-suara yang tidak saya dengar ketika masih banyak keramaian, ketika orang-orang masih sibuk dengan dirinya sendiri. Saya istilahkan ini meditasi. Saya hanya berbaring atau duduk dengan pose yang senyaman mungkin, karena saya tidak mau tiba-tiba semutan kemudian meditasi saya jadi terganggu, lalu memejamkan mata. Dalam meditasi itulah saya belajar menahan diri, belajar untuk tidak ngedumel dalam hati, belajar untuk tidak bertanya sejenak saja, belajar untuk tenang, belajar untuk tidak berpikir, hanya mendengar. Cukup mendengar saja. Saat itulah saya merasa menyatu dengan sekitar saya. Saya mendengar suara serangga, suara pohon, suara pompa air, dan segala macam suara yang tidak saya dengar kala sebagian besar manusia masih terjaga. Saya menjadi sadar kembali saat menyatu dengan sekitar saya. Konsentrasi saya kembali,perhatian saya kembali. Yang menjadi masalah berikutnya adalah bagaimana membiasakan kondisi itu saat suasana sedang tidak hening. Jangan pikir ini mudah. Mendengarkan dengan konsentrasi penuh pada apa yang sedang kita dengarkan, tidak mudah. Apalagi untuk makhluk multitasking seperti saya. Dan mungkin juga anda. Ketika kemarin ngobrol dengan abah iwan, di malam yang hening, didepan teras rumah abah yang berada di tengah hutan pinus, seperti menoyor kepala saya, untuk lebih banyak sadar. Sadar untuk tidak selalu bicara, sadar untuk tidak selalu bergerak cepat, sadar untuk hening sejenak, sadar untuk selalu sadar, dengan begitu, saya akan sadar untuk menjadi pendengar yang baik.

18 komentar:

sonya mengatakan...

Gw tinggal di kota jakarta (Jak-Tim)
mank Popi dmana??

plainami mengatakan...

Popi: Tidak enak sekali rasanya ketika kita sedang ingin didengar tapi lawan bicara kita tidak mendengar dengan baik dan begitupun perasaan lawan bicara jika kita tidak mendengar mereka dengan baik, . Sosoknya memang ada, dan mendengar, tapi tidak menyimak. Apa yang lewat di telinga cuma lewat, tidak nyangkut di pikiran dan hati.



ah. di fight club ada quote bagus ttg ini, Pop..

"When people think you're dying they really listen to you, instead of waiting for their turn to talk."

.....

Enno mengatakan...

kalo gitchu dengerin aku dong popi... hihihi

natazya mengatakan...

yeap yeap yeap

for once gw pernah ngebahas juga soal mendengar ini...

blom punya kemampuan sebagus itu buat bisa benar benar mendengar euy... entah kenapa ko susah ya?

itulah kenapa gw suka sekali opening scene nya august rush!!! :D

try mengatakan...

ho oh, gak enak ya kalo kita udah ngomong trus gak didengerin. kalo digituin bilang bgini aja "oh,gak ada orang ya disini" heheh...
Saya a good listener loh *wink2

novnov mengatakan...

aku ini pendengar yang bail lhoooooo...apalagi untuk soal GOSIP bwahahahahaha

GendhiS mengatakan...

iya ya Mbak, padahal Tuhan udah kasih "tanda" buat kita untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara, telinga kita ada dua kan? dan mulut kita hanya satu?! Ayooo, lebih banyak mendengar!! :)

peni mengatakan...

uni, thanks banget buat artikelnya...
saya pengen belajar mendengarkan di saat saya betul-betul nggak berkonsentrasi
belakangan, saya sering kehilangan konsentrasi... hiks..

Poppus mengatakan...

Sonya : gw di bandung


Plainami : ah quotenya bagus amat nyeet. Benar-benar menohok


Enno: Boleh. Nak Enno mau ngomong apa? hauhauahua pake Nak boo, berasa ibu-ibu Guru BP di sekolah deeh

Natazya : Emberta nek. Mendengar itu jauh lebih susah daripada bicara

Poppus mengatakan...

Try : mmm bagus dong kalo kamu sudah jadi pendengar yang baik heheheh


Nov-nov : Alaaah situ. Tapi gw yakin lu bukan cuma pendengar yang baik untuk gosip, tapi suara costumer service di radionya mall yang bilang "Sale 70 % kami hanya tinggal 5 menit saja. Ayo serbuuu!" hauhauahuahau


Gendhis : Setubuuh! eh setujjuuu


Peni : Sama-sama ceu. Daku juga sedang belajar, dan emang gak mudah. Berkonsentrasi itu seperti meditasi. Susah

Hani Smaragdina mengatakan...

mendengar justru salah satu kelebihan yang tidak saya suka karena saya tipe yang terlalu memikirkan banyak hal yang saya dengar...hehe saya malah tidak pintar bicara. terus terang ini sedikit menyulitkan tapi yah karena mendengar itu penting, jadinya.

cuman yah teh pop, saya tidak tau apakah sudah termasuk manusia pendengar tingkat holistik hahaha. dan kalo gak bisa tidur malam2 malah takut dengan suara2 yang gak biasa didengar, parno karena banyakan nonton horor gak mutu BUAHAHAA.

ah jadi pengen denger teh pop siaran....

alle mengatakan...

hoho...meditasi k kuburan agak-agak mengerikan kali y..kalo terjaga di mlm hari malah sering-seringnya denger yang lari-lari di depan kamar lah atau di tangga..malah jadi serem juga...hi..hi..

Tigis mengatakan...

Kebayang tuh susah banget utk menjadi pendengar krn sebuah tuntutan, pekerjaan misalnya. Beda kalo menjadi pendengar krn memang bagian dr karakter kita ataupun sikap hidup sehari2x. Tp contoh yg elo bilang itu kyknya hrs dimaklumi deh hehe. Berarti mgkin dia mengagumi kumis elo (eh ini yg kumisan elo bukan Pop hehe).

btw, lo siaran hari apa sih, penasaran pengen denger :) Yg gue tau baru Nata doank :)

misskepik mengatakan...

mbak pops,

aku link yaaa

ihiih
nendang banget ih seballllll

Poppus mengatakan...

Smaragdina : Soal menjadi pendengar yang holistik, wah susah itu say, aku aja belum bisa. Sekali-kali denger aku siaran yaa heuehuehe


Ella : Hai sayang. Waah udah lama nih kamu gak maen ke blogku hehehe. Ya ke kuburannya siang-siang dong say. Malem mah aku juga ogaaaah


Tigis : Iyeee. Yang kumisan itu gw hahahaha. Kumis tipis siih, gak kayak Iis Dahlia bangeet. Gw siaran senin-jumat jam 6-9 pagi, kalo sabtu jam 6 sore


Misskepik : Hihihi boleeh, ambil ajjaaa

ARA mengatakan...

wah...
manggilnya apa nih? jeng? mbak? hhaha...kakak aja yaa!

iya, mnurut gue--karena 'GUE' adalah pelajar yang badung--i'm was dying to listening someone talk! apalagi kalo dia udah mulai menceritakan kisah yang terkesan 'lebay' or dilebih-lebihkan..

ada sih niat bae buat bilang..."oohh, gitu ya?", tapi seringkali karena egoisme yang tinggi justru menjadi "Apaan sih" ato "Koq agak aneh ya, gue ga percaya"

hhhihi..namanya juga anak SMA, gue berusaha ngeliat dari sisi seorang tukang belajar..:)
By the way, mkasih ya kk!

Dr Pr mengatakan...

setuju2! emang ngedengerin itu susah bgt..secara gw ujian interpersonal communication aja ngulang, haha..

iya bahkan di kedokteran skr, kampus gw, materi smt 1 itu tt komunikasi ke pasien, yang penting itu listening dan anamnesis, wah wah...susaaaaahhhh sekali!

oh ya, met kenal, saya diki!

Poppus mengatakan...

ARA : Hai dek! hehehe. Wah kamu jauh lebih muda dari adekku. Aduh berasa jadi tante deh akyuu hahaha. Aku juga suka kadang males kok ra kalo denger cerita yang udah lebay. Apalagi bukan dari temen deket aku. Kalo udah gitu biasanya aku sms temenku buat telepon aku dan pura-pura minta aku kemanaaa gitu, demi menyelamatkan aku hahahaha


dr pr : hai future doc! Yep mendengarkan emang gak mudah. Aku pernah ke dokter yang maunya ngomel-ngomelin pasien daripada mendengarkan keluhan mereka. Ih pengen gw sebred deh dokter kayak gitu, wong gw bayar mereka kok! mahal pula!. Buatku, sikap mereka itu tanda mereka gak berempati sama pasiennya. Kebayangnya aku nih ya, mereka itu dokter-dokter yang menganggap nyawa orang lain itu bagian dari industri kedokteran pada umumnya. Semoga kamu nanti gak menjadi dokter kayak gitu

Posting Komentar

Copyright © 2010 ParadoxParade | Free Blogger Templates by Splashy Templates | Layout by Atomic Website Templates