Sweetness in The belly

Senin, 27 Oktober 2008

Pada 23 Oktober 2008, saya mewawancarai penulis dari Canada, Camilla Gibb. Buku ketiganya yang berjudul Sweetness in The Belly diterjemahkan oleh penerbit mizan dengan judul LILLY. Naaah, karena beberapa hari lalu ia menghadiri Ubud Writers Festival, jadi mizan membawa ia ke beberapa daerah di Indonesia untuk temu penulis. Dan di bandung, radio mustika lah yang kebagian talkshow dengan dia. Yippiyeee!! orangnya asiiik banget, dan bukunya sangat menarik. Menurut saya lo yaaa. Secara, saya suka banget sama antropologi dan buku camilla ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman Camilla pada antropologi. Camilla ini narasumber yang sangat menyenangkan. Ada satu hal yang bikin saya takjub pada camilla. Saat kami berfoto bareng, dia merendahkan kakinya demi tidak terlihat terlalu jomplang dengan kami yang untuk orang setinggi dia, seperti The Hobbit. Jadi bisa dilihat di fotonya, perbedaan tinggi kami gak terlalu jomplang kan, padahal aslinya dia tinggi banget. Ah akyu jadi simpatik padanya



Lilly berkisah tentang seorang perempuan bernama Lilly. Lilly yang perempuan eropa harus hijrah ke Harar, Etiophia, sebuah kota suci bertembok tempat bermukim para wali. Disanalah ia memelajari islam dan menjadi guru mengaji. LIlly pun kemudian menjadi muslimah yang kaffah. Buku ini menarik karena camilla membuat muatan non fiksi menjadi seperti fiksi. Soal latar belakang tempat dan kondisinya, itu nyata. Peristiwa sejarahnya pun nyata. Kisah cintanya yang fiksi. Camilla yang doktor antropologi itu menulis ulang desertasinya menjadi sebuah fiksi yang menawan.


Yang saya suka dari buku ini adalah bahwa camilla tidak terjebak di drama-drama yang sok dibikin tragis. Etiophia yang dalam gambaran umum adalah tempat yang menyedihkan, bergelimangan orang-orang kelaparan, dalam Lilly dilukiskan sangat indah, eksotik, till we imagine that there are a beauty in Etiophia dan kita tau itu nyata. Konflik percintaannya juga tidak cengeng, termehek-mehek jijay gitu. Gak sama sekali. Lilly adalah perempuan kuat, terbiasa menjadi imigran, terbiasa hidup susah, bahkan ketika ia sampai di etiophia, ia harus hidup amat minimal, tinggal di sebuah rumah yang tidak layak huni, makan apa saja, ketemu air bersih pun sulit, dan ia jalani ini semua dengan tidak cengeng. Bahkan ketika ia harus berpisah dengan cintanya, Dokter Azis, seorang dokter idealis yang menjadi kawan sejati untuk berbagi. Saya suka banget ketidakcengengan camilla dalam buku ini. Dia seperti mewakili sesuatu yang ingin saya tulis. Karena saya pun tidak suka menulis sesuatu yang cengeng. Buat saya, tidak ada satupun kisah menyedihkan yang tidak bisa ditulis dengan "terang". Saya muak pada drama termehek-mehek. Bahkan sebuah kematian pun bisa ditulis dengan gaya tidak cengeng. Sudah cukuplah kecengengan didunia ini. Pun ketika camilla menggambarkan islam dalam buku ini, sama sekali tidak cengeng dan norak. Ia tidak selalu berpihak pada islam, tapi ia juga menulis kritik yang tidak membuat kita benci, tapi membuat kita merenungkan kembali. Dalam satu bagian ceritanya, melalui Lilly, camilla mengritik beberapa kebiasaan yang sebetulnya bukan bagian dari syariah, melainkan adat. Salahsatunya mengenai sunat pada perempuan. Ia gambarkan sunat ini dengan begitu brutal, karena memang begitu adanya. Ritual adat ini lebih dari sekedar mengambil sebagian daging dari vagina, tapi juga mengambil sebuah bagian dari hidup perempuan. Lebih lengkap tentang sunat perempuan, bisa dibaca disini


Camilla gibb juga menampilkan islam dengan sangat indah. Dalam wawancara kami, ia bilang, salah satu tujuan ia menulis buku ini adalah sebagai counter attack pada serangan terhadap islam, sejak tragedi 9/11. Camilla lahir di Canada yang sangat memfasilitasi keberagaman. Ia sejak kecil adalah pemeluk kristen, tapi ia juga membaca kitab lain, salah satunya Al-Quran. dan ia pernah ke mesir dan etiophia untuk memelajari islam. Ia bilang, Islam adalah agama yang sangat indah, ada kedamaian disitu. Dan merupakan sebuah ketidakadilan jika islam tidak ditulis dengan berimbang. Camilla juga bilang, sebuah kunci dari fiksi yang kuat adalah "just show, not tell". And she has shown a strong writing trough Sweetness in The Belly.

Dari hijau ke putih, (Mas Aga mizan, Opik produser saya, Camilla Gibb, Attaferin mizan dan si saya yang paling bulet dan paling gelap heuheueheuhe)


2 komentar:

novnov mengatakan...

say..besok kalo kita kopdar akyu foto dengan dirimu pose nya nungging ya boleh?....bukan maksudnya nyamain muka situ sama bokong J-LO ku lho hakhakhakhak..........

Poppus mengatakan...

Monnnyoooong! hahahah. Eh eh j-lo kan ngasuransiin bokongnya, bokong situ diasuransiin gaak? huhauhauahuahau

Posting Komentar

Copyright © 2010 ParadoxParade | Free Blogger Templates by Splashy Templates | Layout by Atomic Website Templates