Arung jeram

Senin, 14 Desember 2009

Udah lama banget saya gak naik kendaraan umum, terutama bis. Namun tadi, akhirnya saya naik bis juga. Lumayan lama, satusetengah jam. Kembali lagi satu tempat dengan segala macam bau. Kalo istilah temen saya, itulah bau realita. Sedangkan aroma segar yang kami cium di kantor, diruang ber-ac yang manusia seisinya berpakaian bersih dan memakai parfum, itu bukan bau realita. Di bis pula biasanya saya bertemu dengan berbagai macam kisah, berbagai macam manusia. Dari yang nyebelin, sampe yang membuat saya merenung. 


Tadi, di sebelah saya duduk seorang bapak berusia 60-an tahun. Ia lalu bercerita banyak. 40 hari lalu istrinya meninggal. Tiba-tiba anfal karena stroke, dirawat satu hari dirumah sakit lalu meninggal. Sejak itu hidup sang bapak berubah. Seperti kehilangan separuh jiwa, begitu bapak itu mengistilahkan kehilangannya. Pandangan bapak itu seperti menerawang ke masa lalu tiap kali bercerita tentang kelebihan istrinya. Dan wajahnya langsung sedih ketika ia bilang "selama bertahun-tahun mendampingi saya, tidak pernah istri saya menyakiti hati saya. Ia punya kesabaran luar biasa. Selalu ingat menolong orang lain, dan ia pribadi yang sangat bijak". Waw, kata-kata itu pastilah berasal dari rasa hormat yang sangat dalam. Bapak itu juga bercerita bagaimana istrinya selalu memberikan pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional, dan ini menjadikan ia partner dan penasehat yang sangat hebat. Then i think, what a perfect relation they've had. Selama bapak itu bercerita tentang istrinya, saya cuma mendengar tentang kekaguman, rasa hormat yang dalam dan penghargaan yang tinggi terhadap istrinya. Cerita bapak itu membuat saya merenung selama perjalanan. 

Dalam dunia yang depresi seperti sekarang, masih bisakah kita punya cukup kepekaan untuk memperlakukan orang lain dengan baik? Gak usah dulu ke orang lain, ke pasangan sendiri aja deh. Di tengah dunia yang serba instant, masih punyakah kita cukup kesabaran untuk selalu melihat sesuatu dari esensinya?. Bapak tadi dan istrinya, adalah generasi dari masa lalu, ketika nilai-nilai moral masih jadi dasar berperilaku. Yaaa walaupun tiap-tiap jaman memiliki kesulitannya sendiri, dan tentulah tidak adil menjadikan "gangguan minimal" yang dimiliki jaman bapak tadi dan istrinya bertumbuh sebagai bentuk pembelaan atas carut marut jaman ini. Ya, kita semua, yang dikatakan generasi sekarang, tumbuh di tengah jaman yang sangat kacau. Jaman yang menganggap nilai moral cuma retorika.  Kemudian saya berpikir lagi, is it too hard for us to be a good person? terlalu sulit atau kita terlalu malas untuk melawan arus?

7 komentar:

denny mengatakan...

ya malaslah,
dah nyaman dengan keadaan yg sekarang
ngapain pulak musti susah2 jadi org jujur, jadi org baik, jd org yg hatinya tulus..

surga udah penuh sama manusia 1920 an. pahlawan kemerdekaan. dsb.

misi nya sekarang kan menuhin neraka.

*devilish denny*

plainami mengatakan...

mantap, "bau realita". asik istilahnya pop.

gw juga selalu nemu hal aneh di bis. mulai dari ibu2 yang mau pingsan (padahal sama2 gelantungan di sebelah gw juga), dua nenek2 yang ngobrol satu sama lain pake volume suara maksimal jadi satu bis bisa denger mereka mau ke rumah neng itu di jalan anu buat nyelesaiin masalah suami inu, tukang minta2 yang ngancem minta duit karena baru keluar penjara, bapak2 yang baunya sama kayak mbe di idul adha, abege yang tenteng2 blackberry warna pink polkadot.. ah. bis kota lah. juara heterogenitas (semoga ada kata seperti itu)

de asmara mengatakan...

bukan pembelaan diri kok, pop. lebih tepatnya: memang begitu logikanya.

belum tentu jika mereka hidup di jaman skrg, dg tantangan yg jauh lbh berat, mereka bisa persis spt cerita si kakek tadi.

tantangan jaman saya lbh berat dibanding tantangan jaman ibu-bpk saya, begitu juga tantangan anak2 kita nanti lebih berat dari tantangan kita.

tapi mau hidup di jaman manapun, kita memang mesti pegang teguh prinsip.

Sari mengatakan...

Aku yakin masih ada kok, orang2 yang menebar kebaikan bagi sekelilingnya. Mungkin untuk dapat menemukan mereka, kita terlebih dahulu harus membaikkan diri kita. Kalo soal pada pasangan hidup, besok pasti kulakukan kalo dah merit hwahaha :P
O iyaa...soal laki2 sejati itu kayak apa, aku yakin, mbak Popi yang mengaku bidadari pasti lebih tahu :)
Have a nice day...

ps: aku naik bus tiap hari lho...*bangga*

Shin-kun mengatakan...

Salam kenal, aku mampir atas rekomendasi Sari, hehehe... postingan yang dalam dan realistis. 1 hal yang aku yakin, di tengah dunia yang semakin kacau ini, masih banyak kok orang2 baik :), mungkin tertutup oleh orang2 jelek yang memang semakin banyak, tapi jika kita mau lihat lebih dalem lagi, sebenernya orang2 yang baik itu lebih banyak :D

wandy.popok mengatakan...

stuju sama yang di atas, masih banyak orang baik.
tapi terlalu banyak juga orang jaim sekarang.
aduh.. meracau..

Poppus mengatakan...

@ Denny : Yaaa, yaa aku tau kamu udah dapet freepass kesana kaan

@ Plainami : Boook, gw jadi inget bis dipatiukur-jatinangor hahahaha

@ De Asmara : Iya, prinsip. Itu juga yang bikin mandra putus sama munaroh di sinetron si doel. Katanya "ini karena prinsipil!"

@ Sari : Pasti masih ada, tapi jadi makin langka. Oh soal laki-laki sejati itu, yes, i know exactly what my opinion is. Tapi aku pengen tau opinimu heheheh

p.s : jaman kuliah aku tiap hari naek bis, sekarang udah gak lagi hehehe


@ Shinkun : Halo Shin! Selamat dataang! Yap, kurasa kita memang harus selalu optimis pada keberadaan orang-orang baik didunia


@ Popok : Iya ih bener. Banyak yang jaiiim. Yang baiknya di permukaan doang. Doh, semoga kita bukan termasuk orang-orang kayak gituu

Posting Komentar

Copyright © 2010 ParadoxParade | Free Blogger Templates by Splashy Templates | Layout by Atomic Website Templates