Tabrak lari

Minggu, 24 Mei 2009


Sore ini beda. Saya tidak mengambil rute biasa untuk jalan pulang. Sedang bosan lewat jalur kota, jadi saya dan suami ambil jalan melewati pedesaan, dimana pom bensin terdekat masih puluhan kilometer lagi didepan sana. Kata si suami, rute ini dulu dihindari orang karena tidak aman, banyak garong karena sama sekali tidak ada penerangan. Sekarang, garong masih ada tapi jauh berkurang, penerangan jalan pun sudah ada beberapa. Lumayanlaaah. Satu hal yang sangat membuat saya takjub adalah bahwa ada banyak lapangan bola di jalur yang saya lewati ini. Setiap 20 meter saya melihat lapangan bola luas, yang semuanya terisi oleh kesebelasan desa yang sedang bertanding. Ada anak-anak, remaja bahkan bapak-bapak. Ada lebih dari 10 lapangan bola. Pantesan dari tadi saya tidak melihat ada orang gemuk, rupanya orang sini tidak jadi gumpalan lemak karena banyak sarana untuk olahraga.



Lagipula, udara disini masih bagus. Sawah dimana-mana, pemukiman sedikit dan kendaraan pun sedikit. Mana jauh dari kota pula. Bahkan ketika saya menghirup udara sore pun segarnya masih terasa. Saya buka helm untuk membiarkan angin menerpa saya banyak-banyak. Ini salah satu yang saya syukuri ketika harus pindah ke sebuah kota kecil yang banyak bagiannya masih bermodel desa. Mulai dari kultur sosial, lingkungan, segala nuansa yang bisa kita temui dalam sebuah tempat, sama sekali berbeda dengan perkotaan, dan ini memberikan banyak inspirasi.



Termasuk ketika matahari sudah rehat bersinar. Jika saat maghrib, saya masih berkendara, saya akan direpotkan dengan serbuan serangga kecil sampai besar yang mengarah ke mata. Sebetulnya yang mereka kejar adalah cahaya lampu sorot tapi entah kenapa mereka malah menyasar mata. Jika saya tutup kaca helm, akan terdengar suara tubuh-tubuh serangga menghantam kaca. Pretak! Pretak! Pretak! Dengan tempo sangat cepat saking banyaknya serangga yang jadi korban tabrak lari, atau lebih tepatnya bunuh diri. Mati semut karena manisan, ini peribahasa yang tepat buat para serangga itu. Kiranya bukan cuma semut, manusia pun seringkali "mati karena manisan".

9 komentar:

Prince mengatakan...

pengen deh ke situ... padahal cuman 3 jam dari sini... seumur-umur belum pernah... makan tapenya aja yg sering...

Enno mengatakan...

mati serangga karena popi... emang popi teh manisan kitu? ehehehe

Natazya mengatakan...

mwahahahahah mati karena manisan

duh... gembrot karena manisan gw iyah ahahaha

sonn mengatakan...

ih najis. dikepung serangga.

najis najis najis najis najis najis najis najis najis najis najis.




btw, word verification gw keren: therms. therms of reference :D

denny mengatakan...

:)

ati2 pop,
keluarga serangga menuntut balas,,,

:P

nonadita mengatakan...

Kalau naik motor, kadang2 ada kupu2 yang ketabrak di muka +_+
I dont like butterfly.., bikin gatel

Tapi kasihan juga ya

reallylife mengatakan...

wah, kasihan juga ya serangganya
tapi itulah kehidupan yang nyata
ya ngga?

Ksatrio Wojo Ireng mengatakan...

Wah itu manisan memang dahsyat ya.. :D

agusuber mengatakan...

Pie,lain waktu kaca helmnya ditutup setengah tiang, trus mangap deh hehe..nanti sy minta popi cerita lagi dengan judul semut tenggelam dalam manisan hihi..seru pie ceritanya..syukur deh Popi baik2 saja..

Posting Komentar

Copyright © 2010 ParadoxParade | Free Blogger Templates by Splashy Templates | Layout by Atomic Website Templates